Yogyakarta (ANTARA) – Perajin batik di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terutama perajin batik tulis dan cap membutuhkan perhatian pemerintah khususnya permodalan yang selama ini menjadi kendala pengembangan usaha.
“Hal ini penting dilakukan untuk mempertahankan sekaligus mengembangkan usaha perajin batik di tengah serbuan tekstil bermotif batik,” kata pakar batik dari Yogyakarta, Sri Soedewi Syamsi di Yogyakarta, Jumat.
Ia mengatakan, sebenarnya, jumlah perajin batik cukup banyak, tetapi karena kekurangan modal usaha mereka beralih ke profesi lain untuk tetap bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Menurut dia, perajin batik tersebut akan tetap bertahan menjalankan profesinya sebagai perajin batik apabila ada modal yang mendukung, karena itu pemerintah dituntut memberikan perhatian khusus untuk pengembangan industri batik.
Ia menyatakan selain membantu modal usaha, perhatian pemerintah untuk mengembangkan usaha batik juga dapat diwujudkan dengan memberikan kemudahan di bidang pemasaran.
“Kalau pemerintah memberikan kemudahan dalam pemasaran, para perajin batik akan dapat hidup dengan layak sehingga tidak lagi beralih ke profesi lain,” katanya.
Ketua Paguyuban Sekar Jagad, Larasati Suliantoro menyatakan hampir seratus persen perajin batik yang ada di Yogyakarta sudah beralih profesi.
Menanggapi ditetapkannya batik sebagai warisan budaya dunia, pengusaha batik, Suryadi Suryadinata, menyatakan kebanggaannya karena batik mendapat pengakuan Badan PBB yang membidang Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO). UNESCO pada 2 Oktober 2009 mengukuhkan batik sebagai warisan budaya dunia.
“Pengakuan UNESCO tersebut secara formal sudah cukup, tetapi juga harus diikuti oleh masyarakat untuk tetap memakai batik agar batik tetap lestari,” katanya.
Meski demikian, kata pengusaha batik yang memiliki toko batik di kawasan Malioboro ini, para perajin harus terus berinovasi terhadap produknya sehingga dapat mengikuti perkembangan zaman.
“Batik sekarang sudah menjadi bagian dari model busana sehingga inovasi itu harus tetap dikembangkan, apalagi sekarang banyak anak muda yang menggemari batik,” katanya.
Ia merasa tidak tersaingi dengan tekstil motif batik yang menyerbu pasaran. “Konsumen memiliki selera masing-masing. Jika seseorang sudah mengenal batik tulis atau cap, maka dia tidak akan membeli batik `printing`,” katanya.